Mengenal Gaslighting : Teknik Manipulasi Berbahaya
oleh dr. Emilya Kusnaidi, SpKJ, dibaca: 428 kali
Beberapa tahun belakangan, kata gaslighting mulai sering mencuat dalam keseharian. Gaslighting send... ..
oleh R. Hardyanta, dibaca: 80 kali
Kesehatan mental pada seorang laki-laki penting namun perhatiannya masih sering diabaikan. Dampak dari isu kesehatan mental terhadap seorang laki-laki berbeda dengan seorang perempuan.
Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mengalami kesulitan dalam mengatasi isu kesehatan mentalnya. Namun, ada beberapa perbedaan yang cukup jelas antara isu-isu yang mempengaruhi serta faktor-faktor yang mempengaruhi isu-isu tersebut.
Berbagai Alasan Mengapa Laki-Laki Sulit untuk Bicara
Banyak faktor yang sering menjadi penyebab utama, mengapa seorang laki-laki sangat sulit untuk membicarakan tentang isu kesehatan mentalnya. Diantara alasan tersebut adalah:
Secara historis, seorang laki-laki dipandang sebagai sosok yang kuat, tabah dan bisa mengandalkan diri sendiri untuk hal apapun. Menunjukkan kelemahan atau mengakui kekurangan bisa dianggap sebagai tanda kelemahan yang bertentangan dengan idealisme maskulin yang sudah mendarah daging di masyarakat.
Sering seorang laki-laki tidak berani untuk mengekspresikan rasa emosional mereka secara terbuka, bahkan sejak usia muda, dibandingkan dengan seorang perempuan. Hal ni mengakibatkan mereka kurang memiliki pemahaman tentang emosional, sangat sulit untuk mengidentifikasikan serta mengartikulasikan perasaan mereka.
Sebagian besar laki-laki akan khawatir dengan penilaian atau dipandang buruk oleh teman-temannya, oleh keluarga atau rekan profesionalnya bila mengakui sedang mengalami problema kesehatan mental. Ada ketakutan bila dipandang tidak mampu atau kurang “laki-laki”.
Health monitoring [smart watch]
Isu kesehatan mental sering muncul secara berbeda pada laki-laki dibandingkan perempuan, sehingga kurang mudah untuk dikenali bahwa apa yang sedang dirasakan atau dialami sebenarnya adalah problem kesehatan mental. Sebagai contoh, bila mengalami depresi, seorang laki-laki akan lebih mudah tersinggung atau bersikap agresif, sementara pada perempuan lebih tampak bersikap sedih atau cemas.
Daripada mencari dukungan dari luar, seorang laki-laki lebih menyimpan segala kesulitan atau pergumulan yang dialaminya. Hal ini akan mendorong dia melakukan hal-hal yang destruktif seperti penyalahgunaan zat terlarang, ledakan kemarahan atau bahkan meng-isolasi diri dari lingkungannya.
Stigma yang Dipahami oleh Laki-Laki
Stigma ini sudah sangat berakar dimasyarakat tentang bagaimana seharusnya perilaku maskulinitas pada seorang laki-laki. Inilah hal yang sangat menghambat bagi seorang laki-laki untuk terbuka mengenai masalah kesehatan mental mereka.
Health monitoring [smart watch]
Apa yang Bisa Dilakukan untuk Mulai Peduli & Mencari Solusi?
Untuk memulai tentunya bukan suatu hal yang mudah. Ada beberapa hal yang mungkin bisa dilakukan, dari sudut pandang seorang teman atau kolega terdekat.
(Catatan: anjuran dari sudut pandang professional dan keluarga akan dibahas pada artikel yang lain)
1, Lakukan cek diri dengan sungguh-sungguh. Gunakan pertanyaan terbuka “Bagaimana keadaanmu sebenarnya?” Bukan sekedar “Apa kabar?” atau “Apakah kamu baik-baik saja?” Ini untuk membantu mengenali lebih spesifik apa yang sedang dialami.
2. Berbagi (cerita) tentang kekurangan diri (bila saatnya tepat). Ketika seorang laki-laki melihat teman sebaya atau rekannya lebih terbuka berbicara, akan terbuka pula “efek menular” yang membuat perasaan aman untuk melakukan hal yang sama.
3. “Menantang stereotip atau stigma yang merugikan”. Kemukakan pendapatmu ketika mendengar komentar yang stereotip atau stigma buruk tentang kesehatan mental atau maskulinitas. Misalnya, mengapa seorang laki-laki tidak boleh bercerita tentang rasa cemas atau stresnya, padahal tujuannya untuk kebaikan diri sendiri.
4. Mendorong aktivitas yang sehat sebagai mekanisme untuk mengatasi masalah. Mendukung aktivitas dan perilaku yang positif melalui olahraga, mengerjakan hobi sederhana seperti melukis atau menghabiskan waktu diluar ruangan.
5. Menawarkan dukungan praktis, tanpa tekanan. “Saya mau pergi main futsal, mau ikut?” atau “Ayo kita ngopi, santai dan ngobrol". Sekalipun hanya menghabiskan waktu bersama tanpa ada pembicaraan serius, sudah merupakan cara yang baik untuk memberikan dukungan.
6. Tahu kapan harus bertindak. Bila seorang teman telah mengeluh tentang stress yang berat atau mengekspresikan pikiran untuk bunuh diri, tanggapi dengan serius. Segera minta mereka untuk meminta pertolongan professional atau bila perlu bawa ke layanan darurat.
Health monitoring [smart watch]
Diawali dengan memahami tentang isu kesehatan mental dan menyadari bahwa sebagai seorang laki-laki perlu peduli dan sadar tentang bagaimana sebaiknya mengelola kesehatan mental diri sendiri. Ini tentu saja membutuhkan upaya dari diri sendiri dan juga kolektif untuk mematahkan isu buruk tentang stigma, meningkatkan literasi emosional, mengurangi hambatan untuk mencari tahu dan dukungan dari teman, keluarga maupun professional, tanpa merasa khawatir dinilai buruk atau lemah.
Bacaan lanjut:
oleh dr. Emilya Kusnaidi, SpKJ, dibaca: 428 kali
Beberapa tahun belakangan, kata gaslighting mulai sering mencuat dalam keseharian. Gaslighting send... ..
oleh R. Hardyanta, dibaca: 703 kali
Apakah kamu bukan seorang artis seni? Kamu tidak perlu menjadi seorang artis untuk mendapatkan manfaatnya bagi keseha... ..
oleh dr. Emilya Kusnaidi, SpKJ, dibaca: 2714 kali
Dalam perjalanan hidup yang sibuk dan penuh tekanan, penting untuk meluangkan waktu untuk memulihkan diri dan merawat... ..